KESEHATAN MENTAL
A. Orientasi Kesehatan Mental
Kesehatan mental, berasal dari dua kata, yakni “kesehatan” dan “mental”. Kesehatan berasal dari kata “sehat”, yang merujuk pada kondisi fisik. Individu yang sehat adalah individu yang berada dalam kondisi fisik yang baik, dan bebas dari penyakit. Sedangkan “mental” adalah kepribadian yang merupakan kebulatan dinamik yang tercermin dalam cita-cita, sikap, dan perbuatan. Mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan perasaan yang dalam keseluruhan atau kebulatannya akan menentukan tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan, atau yang menggembirakan dan menyenangkan.
Kesehatan mental menggambarkan tingkat kesejahteraan psikologis, atau adanya gangguan mental. Dari perspektif 'psikologi positif' atau 'holisme', kesehatan mental dapat mencakup kemampuan individu untuk menikmati hidup, dan menciptakan keseimbangan antara aktivitas kehidupan dan upaya untuk mencapai ketahanan psikologis. Kesehatan mental juga dapat didefinisikan sebagai suatu ekspresi emosi, dan sebagai penanda adaptasi sukses untuk berbagai tuntutan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai, "suatu keadaan kesejahteraan dimana individu menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan yang normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu memberikan kontribusi bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang nyata antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Fungsi-fungsi jiwa seperti fikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerja sama satu sama lain, sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan, yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan bimbang, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan (konflik).
Beberapa ahli mengemukakan orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, yang terbagi menjadi tiga orientasi, yaitu :
1. Orientasi klasik
Orientasi klasik ini banyak digunakan dalam dunia kedokteran, termasuk psikiatri. Menurut pandangan orientasi klasik, individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan tertentu, seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau perasaan tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau “perasaan tak sehat”, serta mengganggu efisiensi dan efektifitas kegiatan sehari-hari. Individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan secara fisik dan mental. Sehat fisik merujuk pada tidak adanya keluhan secara fisik, dan sehat mental merujuk pada tidak adanya keluhan secara mental.
2. Orientasi penyesuaian diri
Pandangan yang digunakan sebagai landasan orientasi penyesuaian diri adalah pendekatan yang menegaskan bahwa manusia pada umumnya adalah makhluk yang sehat secara mental. Dengan pandangan ini penentuan sehat atau sakit mental dilihat sebagai derajat kesehatan mental. Selain itu, berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental dipahami sebagai kondisi kepribadian individu secara utuh. Penentuan derajat kesehatan mental bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu dalam lingkungannya. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat dimana individu hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
Kesehatan mental merupakan kemampuan individu untuk secara aktif menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya, yang merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. Penyesuaian diri ini tidak mengakibatkan perubahan kepribadian, stabilitas diri tetap terjaga, dan tetap memiliki otonomi diri. Individu dapat menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Individu yang sehat akan melihat realitas terhadap masalah yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil. Individu yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi merespons secara realistis dan berorientasi pada masalah.
3. Orientasi pengembangan potensi
Menurut pandangan ini, kesehatan mental terjadi bila potensi-potensi kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang secara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan disekitarnya. Individu dianggap mencapai taraf kesehatan mental, bila ia mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga dapat dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Individu yang sehat mental adalah individu yang dapat dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif-konstruktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya. Pemanfaatan dan pengembangan potensi ini dapat dipergunakan dalam kegiatan dan kehidupan sehari-hari.
Jadi, fokus utama kesehatan mental adalah kesejahteraan emosional, kemampuan menjalani hidup secara utuh dengan penuh kreatif, dan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan yang tak terelakkan dalam realitas kehidupan, sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Kesehatan mental merujuk pada aplikasi dan pengembangan prinsip-prinsip praktis dalam pencegahan, pencapaian, dan pemeliharaan unsur-unsur psikologis dalam diri individu sebagai upaya untuk mengatasi munculnya masalah-masalah mental atau maladjusment. Kesehatan mental selalu terkait dengan; (1) bagaimana individu merespon --memikirkan, merasakan, dan menjalani-- kehidupan sehari-hari, (2) bagaimana individu memandang realitas dirinya sendiri dan orang lain, (3) bagaimana individu melakukan evaluasi terhadap berbagai alternatif dan pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang menimpa dirinya.
Kesehatan mental, berasal dari dua kata, yakni “kesehatan” dan “mental”. Kesehatan berasal dari kata “sehat”, yang merujuk pada kondisi fisik. Individu yang sehat adalah individu yang berada dalam kondisi fisik yang baik, dan bebas dari penyakit. Sedangkan “mental” adalah kepribadian yang merupakan kebulatan dinamik yang tercermin dalam cita-cita, sikap, dan perbuatan. Mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan perasaan yang dalam keseluruhan atau kebulatannya akan menentukan tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan, atau yang menggembirakan dan menyenangkan.
Kesehatan mental menggambarkan tingkat kesejahteraan psikologis, atau adanya gangguan mental. Dari perspektif 'psikologi positif' atau 'holisme', kesehatan mental dapat mencakup kemampuan individu untuk menikmati hidup, dan menciptakan keseimbangan antara aktivitas kehidupan dan upaya untuk mencapai ketahanan psikologis. Kesehatan mental juga dapat didefinisikan sebagai suatu ekspresi emosi, dan sebagai penanda adaptasi sukses untuk berbagai tuntutan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai, "suatu keadaan kesejahteraan dimana individu menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan yang normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu memberikan kontribusi bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang nyata antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Fungsi-fungsi jiwa seperti fikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerja sama satu sama lain, sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan, yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan bimbang, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan (konflik).
Beberapa ahli mengemukakan orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, yang terbagi menjadi tiga orientasi, yaitu :
1. Orientasi klasik
Orientasi klasik ini banyak digunakan dalam dunia kedokteran, termasuk psikiatri. Menurut pandangan orientasi klasik, individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan tertentu, seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau perasaan tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau “perasaan tak sehat”, serta mengganggu efisiensi dan efektifitas kegiatan sehari-hari. Individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan secara fisik dan mental. Sehat fisik merujuk pada tidak adanya keluhan secara fisik, dan sehat mental merujuk pada tidak adanya keluhan secara mental.
2. Orientasi penyesuaian diri
Pandangan yang digunakan sebagai landasan orientasi penyesuaian diri adalah pendekatan yang menegaskan bahwa manusia pada umumnya adalah makhluk yang sehat secara mental. Dengan pandangan ini penentuan sehat atau sakit mental dilihat sebagai derajat kesehatan mental. Selain itu, berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental dipahami sebagai kondisi kepribadian individu secara utuh. Penentuan derajat kesehatan mental bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu dalam lingkungannya. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat dimana individu hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
Kesehatan mental merupakan kemampuan individu untuk secara aktif menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya, yang merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. Penyesuaian diri ini tidak mengakibatkan perubahan kepribadian, stabilitas diri tetap terjaga, dan tetap memiliki otonomi diri. Individu dapat menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Individu yang sehat akan melihat realitas terhadap masalah yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil. Individu yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi merespons secara realistis dan berorientasi pada masalah.
3. Orientasi pengembangan potensi
Menurut pandangan ini, kesehatan mental terjadi bila potensi-potensi kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang secara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan disekitarnya. Individu dianggap mencapai taraf kesehatan mental, bila ia mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga dapat dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Individu yang sehat mental adalah individu yang dapat dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif-konstruktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya. Pemanfaatan dan pengembangan potensi ini dapat dipergunakan dalam kegiatan dan kehidupan sehari-hari.
Jadi, fokus utama kesehatan mental adalah kesejahteraan emosional, kemampuan menjalani hidup secara utuh dengan penuh kreatif, dan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan yang tak terelakkan dalam realitas kehidupan, sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Kesehatan mental merujuk pada aplikasi dan pengembangan prinsip-prinsip praktis dalam pencegahan, pencapaian, dan pemeliharaan unsur-unsur psikologis dalam diri individu sebagai upaya untuk mengatasi munculnya masalah-masalah mental atau maladjusment. Kesehatan mental selalu terkait dengan; (1) bagaimana individu merespon --memikirkan, merasakan, dan menjalani-- kehidupan sehari-hari, (2) bagaimana individu memandang realitas dirinya sendiri dan orang lain, (3) bagaimana individu melakukan evaluasi terhadap berbagai alternatif dan pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang menimpa dirinya.
B. Konsep
Sehat
Konsep sehat menurut
Parkins (1938) adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan
fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Dan menurut
White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa
tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan
kelainan.
WHO
pun mengembangkan defenisi tentang sehat. Pada sebuah publikasi WHO tahun 1957,
konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh
yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang
dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974, menyebutkan Sehat adalah keadaan
sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan. Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional
Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah
dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri
dengan mengamalkan tuntunannya, dan memelihara serta mengembangkannya.
Konsep-konsep kesehatan dikembangkan berdasarkan :
1.Dimensi Emosional
Menurut
Goleman emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah,
sedih dan senang.
2.Dimensi Intelektual
Memecahkan masalah dengan pikiran yang tenang, yang dapat
memecahkan masalah tersebut. Misalnya ,berhenti sejenak dan memijit pada bagian
kaki yang keseleo saat bermain futsal.
3.Dimensi Fisik
Suatu kondisi tubuh yang di haruskan dengan kondisi tubuh sehat.
4.Dimensi Sosial
Seseorang dapat melakukan perannya dalam lingkup yang lebih besar
dan dapat berinteraksi dengan baik
5.Dimensi Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Dengan menyerahkan diri
dengan bersujud dengan kepercayaan agama masing-masing. Misalnya , ketika di
diagnosa menderita penyakit kronis , adakalanya selalu memohon dan meminta
kesembuhan kepada Allah swt.
C. Sejarah
Perkembangan Kesehatan Mental
Kesehatan menurut Freund
(1991) “suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagian
yang dicirikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit”, juga sampai
pada kesimpulan mengenai kesehatan sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit
sebagai salah satu ciri kalau organisme disebut sehat. Mental hygiene disebut
juga ilmu kesehatan mental merupakan ilmu pengetahuan yang masih muda. Dulu
orang berpendapat gangguan keseimbangan mental itu disebabkan oleh gangguan roh
jahat.
Kesehatan mental di cetuskan oleh Adolf
Meyer (psychiater)berdasarkan saran Beers (mantan penderita sakit
mental), membantu perkembangan gerakan usaha kesehatan mental. Dialah yang
mengemukakan istilah “Mental Hygiene”. Di amerika pada tahun 1908
terbentuk suatu organisasi
“Connectitude Society for Mental Hygiene”.
Pada tahun 1909 berdirilah “The National Committee for Mental Hygiene”.
Di inggris pada tahun 1842 berdirilah organisasi “The Society for Improving
the Condition Association for the Protection of the Insane and the Prevention
of Insanity”.
Akibat perang dunia I dan II banyak terdapat
penderita “war neurosis” di kalangan anggota militer, sehingga
gerakan Mental Hygienemakin besar usahanya mencari metode yang
efisien untuk mencegah gangguan mental serta mengadakan pembaharuan dalam
metode penyembuhan. Pada tahun 1930 Mental Hygiene mengadakan
kongres pertama di Washington D.C. tahun 1946 Presiden Amerika Serikat
menandatangani undang-undang “The National Mental Health Act” untuk
memajukan kesehatan mental rakyat Amerika, yang menyelenggarakan program mental
hygiene antara lain:
WHO
: Organisasi ini
memberi informasi dan penyuluhan mengenai kesehatan mental kepada
anggota UNO. Mengadakan pengawasan terhadap alkoholisme, pencegahan kriminal.
UNESCO
: Untuk menstimulir penukaran masalah informasi
kebudayaan antar bangsa. Didalamnya terdapat suatu departemen yang mengurusi
masalah sosial
WFMH
: Di
dirikan pada tahun 1948. Antara the internasional committee for mental
hygiene dengan the british association for mental health, merupakan
kelompok non govermental health agencies membantu kesehatan di
dunia.
Pasti semua orang ingin memiliki mental yang sehat tanpa terganggu apapun. Karna kesehatan mental dapat mempengaruhi aktivitas kita. Maka dari itu, kesehatan mental mempunyai tujuan yaitu :
1.Mengusahakan agar manusia memiliki
kempuan mental yang sehat.
2.Mengusahakan pencegahan terhadap
timbulnya sebab-sebab gangguan mental dan penyakit
mental.
3.Mengusahakn pencegahan berkembangnya
bermacam-macam gangguan mental dan penyakit mental.
4.Mengurangi atau mengadakan
penyembuhan terhadap gangguan dan penyakit mental.
C.
Pendekatan Kesehatan Mental
1.Pendekatan
Orientasi Klasik
Sehat
fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada
keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang
kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental
dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat
atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak
sehat mental.
Kesehatan
Mental : terhindarnya individu dari gejala gangguan jiwa(neurosis) dan gejala
penyakit jiwa( psikosis), berupa simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa
tidak sehat,dan bisa mengganggu efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai
individu.
Kelemahan
dari Orientasi ini adalah :
-
Simptom-simptom bisa terdapat juga pada individu normal
- Rasa
tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu berkembang dan memperbaiki diri.
- Sehat
atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau tidaknya keluhan.
2. Pendekatan
Orientasi Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri (Menninger,1947) : perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Individu
bermasalah : apabila tidak mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan dari luar
dirinya, dengan kondisi baru serta dalam mengisi peran yang baru.
Normal
dalam Orientasi ini :
a) Normal
secara statistik; yaitu apa adanya.
b) Normal
secara normatif : individu bertingkah laku sesuai budaya setempat.
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat
mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup.
Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan
budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari
kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan
antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu
digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat
mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan
sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental,
ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang
yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan
menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain.
Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada
saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana
hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu
dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita
menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai
sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang
tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental.
Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau
‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang
secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis
dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat
atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan
mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah
makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada
umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi
penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian
seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang
bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan
dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
3.Pendekatan Orientasi Pengembangan Potensi
3.Pendekatan Orientasi Pengembangan Potensi
Kesehatan
mental : pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga
membawa pada kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan
penyakit jiwa . Tokohnya : Allport , Maslow , Roger Fromm
Kriteria
mental sehat dalam orientasi ini :
1. Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
2. Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
1. Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
2. Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
Seseorang
dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan
untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata
yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang
bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan
kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak
selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya,
pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara
pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan
wajar.
Sehingga
dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah
mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau
menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan
dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan
perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental
hanyasekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan
masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara
otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia
dan kurang menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi
kebahagiaan dan kemampuan sosial.
Daftar
pustaka :
Sarwono,
Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta:Rajawali
Pers. Schultz,
Duane.(2011).psikologi pertumbuhan:model-model kepribadian
sehat.Yogyakarta:Kanisius
Sarwono,
Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Komentar
Posting Komentar